Senin, 23 Mei 2011

Membiasakan Benar bukan Membenarkan Kebiasaan!!!

Kemarin siang tepatnya pukul 14.12, para mahasiswa keperawatan melakukan praktik pemeriksaan Fisik. Temanya adalah mengukur tekanan darah pasien. Semua mahasiswa diharap memiliki pasangan. Kami pun sibuk mencari pasangan dan beberapa kakak tingkat membantu kami disamping membimbing kami, mereka ternyata juga ingin memperoleh nilai pada mata kuliah dosen yang menjadi kordinator pelaksana praktik kemarin.
Jadilah saya dan teman saya mencoba saling mengukur tekanan darah. Sambil sedikit memperhatikan dosen yang mengarahkan praktik tersebut. hingga praktik itu sampai pada materi palpasi. Kami masih saja mencoba mengulang-ulang sampai benar-benar menentukan sistole dan diastolnya.
Pada pemeriksaan nadi menggunakan cara palpasi, ternyata yang ditentukan hanya sistolenya saja. Caranya dengan meraba nadi radialis dengan 3 jari tangan dan memakai tensi tapi tidak menggunakan stetoskop. Lalu tentukan nadi pertama yaitu nadi yang terasa denyutannya muncul pertama kali, maka kita bisa menentukan sistolenya.
Disela-sela praktik itu ada mahasiswa yang bertanya... “pak, kalau pemeriksaan dengan cara palpasi ini hanya mampu menentukan sisitolenya saja, lalu mengapa perawat bisa menentukan diastolenya dengan cara ini???” dan sang dosen menanggapi dengan senyuman. Seraya berkata “makanya saya ajarkan praktik ini, kalau ada yang seperti itu berarti itu perawat ga bener! Jangan ditiru! Itu hanya persepsinya saja... apalagi jika tensi sistolenya 120, lalu dia bilang diastolenya 80. Padahal menggunakan palpasi, nah.. sudah ketahuan dia bohongnya. Karena memang 120 ini sering berdampingan dengan diastole yang 80.. hanya persepsinya saja. Karena angka itu memang sering muncul..”
Subhanallah,,, ternyata teori persepsi masih digunakan pada sesuatu hal yang pasti. Mengapa saya bilang pasti?? Karena ilmu keperawatan itu tidak bisa memutuskan sebuah masalah dengan mengira-ngira saja karena ini menyangkut nyawa orang lain.
Tapi pada kenyataannya??? Masih saja ada yang memberlakukan teori persepsi jika dalam suatu keadaan yang benar-benar kepepet. Semisal saat dalam keadaan Gawat darurat, seorang perawat boleh memberlakukan teori persepsi. Namun tidak digunakan jika keadaan masih bisa ditangani dengan sesuatu yang real, tepat dan konkrit!
Perawat juga belajar ilmu psikologi, namun bukannya menetapkan ilmu psikologinya saat dalam keadaan yang masih bisa diputuskan oleh tindakan medis. Karena ilmu psikologi ini mudah untuk dipelajari, selain itu juga ilmu psikologi setiap individu bisa mempelajarinya, karena itu yang dialami oleh individu dalam kesehariannya.
Di dalam psikologi ada lagi berbagai ilmu seperti ilmu persepsi yang selalu muncul tidak hanya pada individu yang berprofesi selain perawat saja. Tetapi perawatpun kemungkinan besar sering menggunakan ilmu persepsinya jika dalam keadaan dirinya sedang tidak dapat dikendalikan lagi. Intinya, ilmu psikologi ini mempelajari kelimuan sifat yang dimiliki manusia. Nah.. keilmuan yang membentuk kepribadian dan sikap atas perilaku inilah yang disebut ilmu psikologi. Dan salah satunya yang paling sering terlihat pada setiap manusia adalah ilmu persepsi.
Apalagi bagi seorang perawat. Yang biasanya menangani setidaknya 10 manusia yang sakit. Pastinya, ada rasa capek, penat bahkan sebel. Disinilah kemampuan persepsi seorang perawat bisa terlihat. Seperti yang saya contohkan diatas,simpel saja pada sebuah hal yang dianggap sepele namun bisa berimbas pada hal yang besar. Seorang Perawat bisa menentukan tekanan darah menggunakan teknik palpasi dan yang bisa diukur hanya sistolenya saja. Semisal tekanan sistole 120. Nah... karena seringnya tekanan darah sisitole 120 bersama 80 diastolenya, maka ditetapkanlah tekanan darah pasien “120/80”. Astaghfirullah.....
Inilah salah satu kelemahan dari profesi keperawatan. Jadi tidak salah jika seorang pasien menuntut sebuah kebijakan bila salah jika didiagnosa atau kurang dalam pemberi pelayanan kesehatan. Karena perawat menggunakan kemampuannya dalam hal memutuskan sebuah healthy problem yang dimiliki klien.
Sesungguhnya... Ilmu persepsi ini tidak bisa diambil sebagai bukti yang konkrit karena pada hakikatnya persepsi ini merupakan kemampuan kognitif yang dipengaruhi oleh indra, harapan, pengalaman dan motivasi seseorang termasuk kesadaran dan keadaan seseorang. Ada empat cara kerja persepsi, yaitu:
1. Deteksi yaitu pengenalan
2. Transaksi, ialah pengubahan dari energi ke bentuk energi yang lain
3. Transmisi yaitu penerusan, artinya persepsi itu diteruskan hingga step ke
4. Yaitu pengolahan informasi. Maka jadilah stimulus yang sering disebut dengan persepsi.

Siklusnya ...
dari Stimulus di deteksi oleh sensori di Transaksi dan di transmisikan oleh sistem saraf pusat dan hasilnya Efektor berupa pengalaman atau interpretasi.

Adapun faktor –faktor yang berpengaruh pada persepsi yaitu:
1. Perhatian yang selektif
2. Ciri-ciri rangsangan
Ex: rangsang yang bergerak lebih menarik perhatian
rangsang yang besar lebih terlihat daripada yang kecil
rangsang yang mencolok atau lebih sering muncul, lebih menarik perhatian atau lebih menarik perhatian
3. Nilai kebutuhan individu
4. Pengalaman masa lampau
5. Kebudayaan

Nah... beginilah proses dan faktornya seorang perawat bisa menentukan sebuah healthy problem pasiennya. Jadi sekarang kita bisa tahu mana perawat yang benar-benar jujur pada pasiennya dan mana perawat yang membohongi pasiennya.
Sebelum terjun ke lapangan hendaklah dari sekarang seorang perawat membiasakan untuk mengkaji pasien dengan tidak dikuasai ilmu persepsi. Artinya perawat membiasakan bertindak jujur dan benar dalam mengambil sebuah tindakan. Bukannya membenarkan kebiasaan yang sering dilakukan perawat senior.
Karena kenyataan di Teori akan jelas tampak berbeda dari konsistensi Aplikasinya. Memang boleh memiliki persepsi namun tidak diaplikasikan jika untuk tindakan, sebab hasilnya tidak akurat dan bisa berimbas pada kesehatan klien atau pasien dalam penanganan medis. Kalau menetapkan sebuah healthy problem dengan ilmu persepsi, tanpa belajar pun bisa!!!

0 komentar:

Posting Komentar